CEKUNGAN BANDUNG

Cekungan Bandung adalah wilayah berbentuk elips dengan arah timur tenggara-  barat laut dengan jarak horizontal cekungan sekitar 60 km terbentuk karena kurungan gunung disekitarnya. Pengendapan yang terjadi 126000 tahun yang lalu berbentuk batuan gunung api dan sedimen danau. Adanya aliran air sungai Citarum yang terbentuk akibat lontaran batuan gunung telah mengisi cekungan raksasa itu. Ada ahli yang mencurigai cekungan gunung sebagai sistem kaldera gunung api jamak. Alih fungsi lahan dikawasan cekungan Bandung karena urbanisasi ditambah dengan perubahan iklim berdampakkepada meningkatnya resiko kebencanaan terutama banjir, longsor, dan erosi. Karena ingginya aktifias industry diwilayah cekungan Bandung disamping terjadi banjir juga terjadi penurunan kualitas air baku akibat dari polusi industry pemukiman dan pertanian.

BANDUNG

AN INNOVATION HUB METROPOLITAN IN BANDUNG BASIN

Sejarah

Kampung Bandoeng yang pertama kali tercatat di tahun 1448, selanjutnya dikenal sebagai Tatar Ukur yang berpusat di Krapyak (Dayeuh Kolot) bagian dari Kerajaan Mataram  Islam di Abad 16. Tahun 1614 Juliaen de Silva mencatat kota Bandoeng terdiri dari 25-30 rumah dan secara formal Thomas Karsten di tahun 1933 merancang kota Bandung untuk 750.000 penduduk di tahun 1955, pada wilayah seluas 12,758Ha.  Di masa penjajahan Jepang, masa RIS 1949 dan terakhir di tahun 1987 diperluas menjadi 16,729 Ha.

Terletak di bagian dasar dari Cekungan Bandung, Kota peristirahatan para pengusaha perkebunan subur di wilayah Priangan ini tumbuh dipicu oleh akses Jakarta, Bogor, Cianjur dan Bandung, dan berlanjut dengan pembangunan jalan poros Anyer – Panarukan di tahun 1809 oleh Deandles.  Pembangunan akses ini pula telah memicu kesepakatan Deandles dengan Bupati Bandung saat itu R.Wiranatakusumah II untuk memindahkan ibukota dari Krapyak.  Era ini berlanjut karena keberhasilan para pengusaha perkebunan dan dibukanya kesempatan niaga oleh etnis oriental di kota Bandung pada 1860, termasuk mendorong pembangunan jalur KA dari Barat ke Timur menghubungkan Bandung dengan simpul produksi perkebunan di Priangan. Pada 1880 Bandung menjadi basic pertahanan militer, penghasil produk perkebunan dan weekend town untuk preanger. Pada tahun 1880-1905 Belanda menetapkan kebijakan Ekonomi terbuka untuk wilayah Priangan, diikuti dengan penetapan Bandung sebagai gementee di tahun 1906, serta inisasi Bandung sebagai ibukota Pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1911-1924. Kebijakan ini diikuti dengan pembangunan beragam sarana dan prasarana seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Riset, Jaringan Infrastruktur Limbah kota termasuk perencanaan sungai Cikapundung.

Technische Hogeschool dibangun pada tahun 1922, menjadi awal berkembangnya Bandung sebagai kota tempat para pemikir. Pada 1924 – 1942 Bandung menjadi pusat intelektual di Hindia Belanda. Dinamika penting lain dari kota ini adalah politik seperti; peristiwa Bandung Lautan Api di tahun 1946 sebagai perlawanan atas rencana kembalinya pemerintahan Belanda, diikuti dengan pergolakan politik yang mendorong migrasi masyarakat Priangan ke kota yang lebih aman sehingga terjadi lompatan jumlah penduduk sampai 1 juta jiwa. Lompatan penduduk berikutnya terjadi pada era stabil dan naiknya harga minyak sekitar 80 an serta meningkatnya kualitas akses Bandung – Jakarta ditahun 1990an menjadikan penduduk Bandung berjumlah 2 jutaan. 

Cerita 3 Babakan

Nama tempat dengan awalan Babakan di Bandung atau Priangan adalah permukiman (kampung) lama. Cerita Babakan Siliwangi, Babakan Ciamis dan Babakan Jati, menjelaskan bagaimana Kampung di Bandung berevolusi karena dorongan dinamika sistem kota dan  sistem regionalnya.

Sampai dengan tahun 70an Babakan Jati adalah hamparan sawah yang dibelah sungai Cikapundung Kolot di wilayah Tenggara kota Bandung. Pada akhir tahun 60an, tayangan iklan di TVRI  dan  dibangunnya jalan Soekarno Hatta yang melintas Babakan Jati mendorong masyarakat untuk menjual sawahnya dan membeli mobil. Gelombang perubahan selanjutnya adalah ketika kampus Uninus dibangun di Jalan Soekarno-Hatta, berturut-turut dengan beroperasinya pabrik garmen Delami, dan pembangunan Bandung Super Mall berdampak pada peningkatan permintaan pondokan pekerja, mahasiswa dan timbulan aktifitas pendukungnya di Babakan Jati. Sampai dengan tahun 50an Babakan Siliwangi adalah lembah  hutan – pesawahan  di utara kota yang  dibelah Sungai Cikapundung. Pada tanggal 3 Juli 1920 De Techniche Hoogeschool te Bandung berdiri dan berubah menjadi ITB pada bulan Maret 1959 dikampus jalan Ganesha, dan mendorong permintaan pondokan serta jasa pendukung penghidupan  para mahasiswa di kawasan sekitar termasuk Babakan Siliwangi.

Pada tahun 1933 Kebon Binatang Bandung di sahkan sebagai taman Zoology oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, dan sejak perbaikan pada  tahun 1948 dikelola oleh Yayasan Marga Satwa Tamansari sebagai destinasi wisata kota Bandung yang mendorong peningkatan pendatang pemberi jasa untuk menetap di Babakan Siliwangi

Awal pergerakan DI TII 1942, yang berlanjut dengan proklamasi Negara Islam Indonesia tanggal 7 Agustus 1949 oleh Kartosuwiryo, telah   mendorong migrasi masyarakat dari daerah konflik Priangan ke kota Bandung yang diantaranya diarahkan untuk menempati ke lahan kosong di sempadan sungai Cikapundung terutama Babakan Ciamis, Babakan Siliwangi dan Kampung Braga.

Pada tahun 1972, Unisba yang didirikan  pada tahun 1958 oleh sejumlah tokoh islam  membangun kampusnya di jl, Tamansari seluas 10.808 m2 diikuti dengan transformasi babakan Siliwangi lebih lanjut sebagai tempat tinggal mahasiswa. Pada tahun 70an, Cihampelas Jeans street tumbuh memenuhi permintaan Jeans berkwalitas setara import dan PKL sebagai turunannya menumbuhkan permintaan pondokan maupun jasa layanan lainnya bagi pekerja/ pelayan toko di Babakan Siliwangi. Kejayaan Cihampelas bangkit ketika Ciwalk dibangun pada tahun 2004 menjorok ke bagian lembah Babakan Siliwangi, dan meningkatkan permintaan pondokan di kawasan ini.

Babakan Ciamis, adalah lembah hijau ditepi Sungai Cikapundung dibelakang Gedung kediaman Residen Priangan (Gedung Pakuan)  17 mei 1884 Stasiun Kereta api Bandung dibangun sebagai bagian dari infrastruktur pengangkutan komoditas  perkebunan yang tumbuh sejak 1870an. Pembangunan dan pengoperasian setasiun ini mendorong munculnya perumahan formal diwilayah sekitar dan perumahan informal diantaranya di wilayah Babakan Ciamis.

Pembangunan rumah residen Priangan Residen Van der Moore pada tahun 1864-1867 diikuti dengan pembangunan dan pengoperasian Pabrik Kina Bandung 29 Juni 1896 sebagai Kawasan industri  tertua di Bandung  mendorong munculnya permukiman pekerja diwilayah sekitar termasuk di Babakan Ciamis.

Sungai Cikapundung

Sungai Cikapundung adalah bagian dari hulu sungai Citarum dan sering disebut miniature sungai Citarum karena katakternya yang mirip terutama kaitannya dengan perkembangan kota Bandung. Sungai Cikapundung membelah kota Bandung dari utara ke selatan. Dan menjadi sumber air minum masyarakat yang dikelola oleh PDAM Kota Bandung. Pada zamannya Sungai Cikapundung juga menjadi sumber irigasi pertanian di wilayah kota Bandung.

Analisis garis waktu kota menunjukkan kebijakan parcial di tingkat yang berbeda  dalam model prisma memprovokasi invasi tubuh sungai dan riparian untuk pemukiman. Lebar, kedalaman, permukaan dan struktur sungai seiring dengan pertumbuhan pusat ekonomi / sosial / infrastruktur di kota mengakibatkan resiko terhadap eksploitasi dan degradasi sungai. Masalah sungai untuk masa depan adalah banjir, keberlanjutan sungai & air tanah, penurunan muka lahan, kualitas dan keseimbangan air yang dihadapi oleh kota dan juga warganya.

Pasar Baru

Ketiga pasar yang diamati menunjukkan pentingnya ekonomi informal terhadap penghidupan dan evolusi kota. Pasar Baru sebagai inti globalisasi, merupakan peluang baru bagi investor swasta, gaya hidup dan penerbangan langsung dari luar negeri; Pasar Simpang di lokasi yang ideal meluas terhambat terkait dengan status, skala ekonominya, kesenjangan antara vendor dan pasar elitnya di utara Bandung; Pasar Cihapit sebagai indikasi transaksi antara tawanan perang kamp terbesar di Asia Tenggara, yang kemudian bertahan sebagai ekonomi kantong kelas menengah – daerah yang terencana dengan baik di Bandung. Ketiganya menunjukkan bahwa Bandung telah menjadi kota yang melintasi tingkat multinnya dan mengintegrasikannya dengan ekonomi informal ke perubahan masyarakat, struktur fisik dan juga gaya hidup barunya

Pasar baru pada awalnya adalah pengalihan pasar Ciguriang yang terbakar pada…. Pada saat ini pasar baru Bandung bisa dikatakan terbagi atas 3 bagian yaitu: pasar basah di bagian basement dan belakang yang asalnya adalah pasar Babatan, pasar tekstil sekitar jalan Tamim dan pasar Baru (modern) berupa bangunan pasar bertingkat datas lahan asli pasar baru lama dengan komoditas utama garment, tekstil dan perlengkapa fashion. Yang menarik dari pasar baru Bandung, pasar ini bsa dikatakan berhasil ertransformasi bersama perkembangan kotanya. Termasuk ketika Bandung membuka diri ke luar negeri melalui enerbangan langsung diantaranya dari Singapura dan Maaysia. Pasar baru menjadi destinasi dan daya traik wisatawan yang mendorong aktifitas turunan berupa industri dan produksi dari wilayah kota Bandung dan sekitarnya. Pada saat yang sama pasar baru masih mampu menjadi karakteristik kota dengan menyediakan komoditas khas Bandung/Priangan.

Neneng dan Ujang

Neneng dan Ujang adalah panggilan untuk anak perempuan dan anak lelaki di Bumi Priangan. Dengan postur tinggi badan yang sedang, mayoritas anak-anak Bandung berkulit kuning, dan berambut lurus. Sebagian besar anak-anak Bandung berhidung kecil namun tidak pesek, karakter tulang pipi yang tinggi gemuk, mata kecil tipis, dan alis tipis. Berpelipis lebar, bibir tipis dan rahang yang lancip, menjadi gambaran raut wajah anak-anak Bandung.

Ilustrasi anak lelaki Bandung digambarkan sebagai anak yang gemar bermain bola dan memakai kostum berwarna biru, yang merupakan simbol warna Klub Persib (Persatuan Sepak Bola Bandung) kebanggan masyarakat Bandung. Anak perempuan Bandung diilustrasikan sebagai anak yang fashionable, memakai pakaian dengan warna – warna cerah dan model busana terkini sebagai wujud kota Bandung yang merupakan kiblat mode  dan salah satu penghasil produk fashion terbesar di Indonesia.

10 Makanan IFI

10 Makanan (dan minuman) yang menjadi favorit masyarakat Bandung antara lain; 1) Batagor, 2) Siomay, 3) Mie Kocok, 4) Surabi, 5) Lotek, 6) Cireng, 7) Kupat Tahu, 8) Martabak, 9) Es Cendol, dan 10) Lumpia Basah. Kesepuluh ragam makanan dan minuman ini menjadi 10 terfavorit masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya berdasarkan survey yang dilakukan Tim Riset 8Kota Indonesia pada bulan September 2016.

Jika ditelisik lebih jauh, dapat diketahui bahwa tahu berulang kali muncul sebagai bahan dasar pembuat beberapa makanan terfavorit Bandung. Kedelai, tempe, diperkenalkan oleh Bangsa Cina ke Indonesia, pertama kali muncul di Nusantara dalam bentuk susu kedelai. Berturut-turut setelah tahu, kacang tanah dan tauge juga merupakan bahan dasar pembuat makanan terfavorit Bandung. Kacang Tanah dibawa oleh orang Spanyol, sedangkan tauge, seperti layaknya tahu, dibawa oleh Bangsa Cina ke Nusantara dalam jalur perdagangan.

Biru Persib

Warna Biru melambangkan kesetiaan/loyalitas para Bobotoh kepada Klub Persib, Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung. Bobotoh merupakan sebutan para pendukung setia Persib. Dengan kostum, bendera, dan atribut klub, Bandung selalu menjadi lautan biru yang dibanjiri ribuan Bobotoh saat Klub Persib melaksanakan pertandingan. Warna biru khas Persib menjadi warna yang sangat dikenal bahkan dapat disebut mendarah daging dan memberi pengaruh kepada Kota, tidak hanya bagi pendukung Persib namun juga masyarakat Bandung. Selain menjadi warna simbol klub sepakbola, warna biru juga menjadi salah satu warna pembentuk bendera Bandung. Bendera Kota Bandung terdiri dari tiga warna, yakni hijau, kuning, dan biru.

PERI-URBAN BANDUNG In search of a sustainability model for peri urban Bandung​

Pinggiran Cekungan Bandung yang berwilayah pinggiran kota terjadi perubahan urbanisasi berskala besar yang berada di luar kemampuan kota untuk mengendalikannya. Perubahan penggunaan lahan yang diikuti oleh degradasi lingkungan telah menjadi bukti perubahan sosial dan ekonomi di kawasan ini sebagai konsekuensi dari dinamika pembangunan berbasis ekonomi di perkotaan. Perubahan ini dapat diamati di pinggiran kota yang berada di antara kawasan perkotaan dan daerah pedesaan untuk melakukan perannya sebagai zona penyangga untuk kedua wilayah.

Karakteristik

Rancaekek (East Peri-Urban)

As Node of Exploration for Food and Water Sovereignity

Rancaekek adalah kecamatan di Kabupaten Bandung yang berada di wilayah basah dan paling rendah di danau purba Cekungan Bandung, rentan terhadap risiko banjir dan potensi pertanian yang tinggi. Sebagai salah satu gudang Padi di Cekungan Bandung, pada tahun 70an Rancaekek sebagai bagian Cileunyi – Cicalengka Industrial Axes mulai menerima industri termasuk perumahan besar Perumnas. Hasilnya Rancaekek berevolusi sebagai pinggiran kota Bandung, dengan gap infrastruktur , perubahan profesi, konversi agrikultur ke perumahan dan permukiman. Perekonomian saat ini terdiri dari tenaga kerja industri, petani tua, kegiatan ekonomi informal dan perdagangan. Struktur sosial juga turut berubah atau tetap berhubungan dengan perpindahan penduduk di tingkat rumah tangga, dan masyarakat secara keseluruhan.

Isu Pangan dan Air

Rancaekek sebagai ekosistem Peri-urban yang tumbuh dari pertanian dan berubah menjadi pusat industri terjadi dalam persimpangan geografi dan sektor ekonomi, meningkatkan resiko dalam mengalami degradasi sumber daya alam yang mengancam kelestarian mata pencaharian terutama terhadap keseimbangan dan kualitas air ,begitu juga produksi makanan internal. Pertanian juga menghadapi risiko degradasi lahan di daerah tersebut dengan infrastrukturnya, sementara seluruh lingkungan di Rancaekek akan kehilangan stabilitas pasokan air yang memadai.


Mulai bulan november 2013, kebonbelajar dirancang sebagai laboratorium hidup terutama bagi remaja muda untuk mempelajari isi piring mereka. Lahan 1500m2 di bagian saluran irigasi dan jalan desa dan berjalan jauh dari stasiun kereta api menjadi ideal sebagai hub sekaligus menunjukkan kasus pergerakan. Percobaan dan penelitian di lokasi yang terkait dengan peningkatan kualitas dan lahan air, dilakukan percobaan pada Padi dan budidaya ikan, percobaan pada Permakultur dan metode Berkebun lainnya. Praktik empat tahun ini mengajarkan tim pada inovasi pertanian, perluasan jaringan dan sosial, pengelolaan dan operasi keuangan sebuah pusat tindakan

Isu Perumahan

Urbanisasi di cekungan Bandung yang bersumber dari kota Bandung menyebabkan perkembangan industri dan perumahan yang tidak terencana dengan cepat (baik formal maupun informal) di Rancaekek menggantikan lahan pertanian produktif di pinggiran kota yang sering menggantikan petani miskin. Persoalannya adalah tantangan kota Peri dapat memenuhi permintaan perumahan yang dipromosikan oleh urbanisasi dan pertumbuhan penduduk lokal tanpa kehilangan produktivitas pertanian.
Tunas Nusa juga melakukan eksperimen untuk menjawab isu ini yang disebut ColivingCo-Living dirancang sebagai solusi untuk menyelesaikan beberapa isu yang disebabkan oleh populasi dan perluasan hunian di daerah pinggiran kota. Untuk itu percobaan bersama mengembangkan hipotesis sebagai berikut: Desain ruang kerja berkelompok yang kompak dan terpadu di Peri Urban akan menghasilkan perubahan gaya hidup, kehidupan yang lebih baik, penurunan jejak kaki karbon dan berkontribusi pada konteks perbaikan lingkungan yang lebih besar. Percobaan ini dirancang selesai dalam tiga tahun dan pengamatan akan dilakukan dalam lima tahun.